Langsung ke konten utama

Kutub utara dan selatan

Apa bedanya Einstein dengan Picasso? Ada orang bilang kutub utara dan selatan; ekstrim kiri dan kanan. Tetapi saya bilang secara hakiki tidak ada bedanya. Einstein itu seniman ilmu kelas dunia sedangkan Picasso seniman kubis kelas mondial. Jadi sama-sama seniman sama-sama maestro, dus tidak berbeda. Persoalannya orang sering menempatkan Einsntein di kubu sains dan Picasso di kubu seni; dan seolah keduanya berbeda bagai timur dan barat.

Pengelompokan ini saya kira terjadi karena tradisi berpikir kita yang dualistik. Padahal apa sih bedanya timur dan barat kecuali arahnya? Cobalah Anda bersepeda terus ke barat, maka akhirnya Anda akan sampai di timur, dan begitu sebaliknya.

Bagaimana memahami Einstein sebagai seniman? Kutip saja perkataannya dalam Out of My Later Years, "Tugas sains antara lain adalah untuk menemukan keindahan alam (the beauty of nature). Dan adalah tipikal Einstein, ketika ia mengomentari persamaan-persamaan fisika baik yang dirumuskannya sendiri maupun koleganya, menyebut persamaan-persamaan itu sebagai indah (beautiful) dan elegan. Nah, bukankah itu ekspresi seniman?

Persoalan lain, agaknya sukar bagi kita, orang kebanyakan, untuk menghayati sebuah persamaan fisika, katakan saja rumus Einstein yang paling kesohor E=mc2, sebagai sesuatu yang indah dan elegan. Dimana indahnya?
Einstein Vc Picasso

Tapi sebetulnya, hal yang sama juga berlaku untuk lukisan Picasso. Di mana indahnya? Lho, karya seni kok sukar dipahami keindahannya? Opo iki? Tapi ini memang betul. Kalau jujur, memang banyak karya seni yang tidak mampu dinikmati orang dimana letak seninya, dimana letak indahnya. Saya sendiri sampai sekarang nggak ngerti memahami keindahan lukisan Affandi, Picasso, maupun Dali. Cuma karena kata orang lukisan itu hebat, saya pun berusaha menakjub-nakjubkan diri.

Barangkali IQ saya di bidang itu rupanya memang rendah. Saya lebih bisa memahami dan karena itu menikmati lukisan pinggir jalan seperti di Taman Suropati itu. Atau kalau bukan kelas pinggir jalan, ya Basuki Abdullah lebih pas. Mudah dipahami. Madame Syuga bagi saya yang menonjol cuma aspek erotiknya. Kata orang, jangan lihat itunya, lihat seninya. Lha, tapi bagaimana? Terus terang, sampai sekarang saya belum mampu. Sayang tidak ada kursus Teknik Memahami Picasso.

Memahami Einstein sebagai seniman, saya kira sukar bagi kita, karena kebanyakan kita tidak pernah menikmati keindahan fisika. Dari dulu terkenal yang namanya fisika, kimia dan matematika adalah momok, beban dan sumber stres nomor satu.

Maka "aneh" jika ada yang bisa menikmati fisika sebagai indah dan menakjubkan. Tapi bagi Einstein, dengan fisika, alam ciptaan Tuhan memang menakjubkan. Itu yang membuatnya tahan berhari-hari mengutak-atik rumus-rumus super rumit. Bagi Einstein rumus-rumus itu menguak keindahan alam bagai teleskop menguak pemandangan. Tentu alam di sini bukan alam biasa yang umum kita pahami ketika misalnya melihat Danau Toba. Memang keduanya sama-sama indah, tapi indahnya berbeda. Semua bisa menikmati Toba, tetapi cuma segelintir yang mampu menikmati keindahan E=mc2. Saya kira tidak terlalu salah mengatakan bahwa semua mampu menikmati karya lukis Basuki Abdullah tapi tidak Pablo Picasso.

Namun keindahan alam via fisika, seperti yang dihayati Einstein, rupanya jauh lebih indah dan menakjubkan secara kualitatif dibandingkan dengan keindahan alam kasat mata. Saya kira itulah salah satu alasannya mengapa persamaan-persamaan fisika juga jauh lebih penting bagi Einstein ketimbang uang atau kekuasaan. Ketika ia misalnya ditawari untuk mencalonkan diri menjadi presiden Israel, dengan sopan ia menolak Ben Gurion, "Equation is more important than presidency". Persamaan lebih penting ketimbang kepresidenan.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa jika seseorang sampai pada penghayatan seni atas apa yang dilakukannya, maka ia akan sampai pada pemandangan batin atau penglihatan intelektual yang menakjubkan -- yang hanya bisa diekspresikan dengan kata-kata seperti luar biasa, indah sekali, menakjubkan, atau wonderful-- dan kemudian mengubah kesadaran dan persepsinya secara total. Tetapi untuk mampu melihat pemandangan luar biasa ini orang harus mendaki cukup tinggi atau menukik cukup dalam sampai mencapai level hakikat.

Para astronout misalnya, ketika mereka sampai di angkasa luar, kemudian menatap planet bumi yang biru bersaput sapuan keputih-putihan dari kejauhan, tergantung tenang di kegelapan mayapada, bukan hanya merasakan ketakjuban, tetapi juga keharuan yang mendalam. Pengalaman melihat bumi seperti itu, kata mereka, adalah pengalaman mistis yang bersifat spiritual. Tak dapat dihindari timbulnya kesadaran baru bahwa bumi ini adalah a living planet, sebuah planet yang hidup. "If you see it, you just know it," ujar John Glenn. Dia ini bukan Paman Gober yang suka mengulang-ulang frase tersebut, tetapi seorang ilmuwan kelas atas yang mengalami transformasi batiniah. Sesampai di bumi, berubahlah kehidupan mereka, berubah pula sikap dan perilaku mereka. Karena itu, kesadaran baru, perspektif baru, persepsi baru, paradigma baru, visi baru, sikap baru, perilaku baru, dan hidup baru sesungguhnya adalah satu kesatuan yang holistik.

Jika Einstein dan Picasso tadi sudah kita lihat masing-masing adalah seniman fisika dan kubis, daftar ini dapat kita perpanjang dengan misalnya: Pele si seniman bola, Jordan si seniman basket, Ziglar si seniman salesmanship, Bennis si seniman leadership, Disney si seniman animasi, Gandring si seniman keris, dan Rendra si seniman kata.

Orang yang sampai ke tingkat penghayatan dan penguasaan seni atas pekerjaannya, telah melampaui tingkat teknisi dan pakar, dan mereka telah mencapai tingkat maestro atau empu. Mereka sudah melewati tingkat kaidah dan akidah, dan mereka sudah mencapai level hakikat dan makrifat. Mereka telah menembus paradigma sektoral spesialistik, dan mereka telah memasuki paradigma global holistik.
Pablo Picasso tentang Einstein

Ketika mereka sampai di sana mereka bertemu dengan esensi kehidupan, zat kehidupan, yang sering saya sebut roh kehidupan atau roh keberhasilan. Orang seperti ini tidak perlu lagi didorong-dorong atau dibujuk-bujuk supaya bekerja, atau diancam-ancam atau ditakut-takuti supaya rajin. Mereka sudah beyond, lewat, atau transenden terhadap reward and punishment yang lazim dan masih dominan dalam dunia kerja kita.

Yang terjadi adalah mereka bagaikan menemukan sumur motivasi abadi yang memancar keluar, inside out, menuntaskan apa saja yang perlu dikerjakannya dengan gembira dan gairah.

Rendra pernah memberi nasihat pada saya agar saya mengusahakan bagaimana caranya orang bisa membangun gairah kerja. Menurutnya, orang Indonesia sekarang butuh sumber gairah baru dalam bekerja. Waktu itu Rendra belum bisa saya jawab. Mudah-mudahan ia membaca tulisan ini. Jawab saya sekarang: menukiklah cukup dalam ke hakikat pekerjaan Anda, tekuni sampai ketemu esensinya, sampai Anda bisa tiba-tiba merasakan nikmat dan sukacita mendalam atas apa yang Anda kerjakan. Jika itu terjadi, Anda sudah ketemu sumurnya.

Alangkah nikmatnya bagi seorang manajer atau kepala jika tidak lagi harus mengawasi anak buahnya dalam arti nongkrongin, tidak lagi harus marah-marah karena mereka tidak disiplin, atau tidak lagi harus menghukum karena mereka melanggar aturan. Bila itu terjadi, si kepala tinggal membina timnya agar harmonis, koheren dan sinergistis.

Kompas pernah melaporkan, bagaimana Onno Purbo dan kelompoknya di ITB bekerja dengan model begini. Mereka adalah kelompok seniman internet. Kompas malah menggelari Onno sebagai Menteri Internet. PC bekas dari model AT dan XT dari zaman baheula, yang harganya di pasar loak cuma Rp25.000,00 dan Rp100.000,00 mereka sulap di lab mereka agar bisa berfungsi untuk komunikasi intenet, terutama e-mail. Kata Onno, hampir 90% pengguna internet cuma untuk e-mail. Sisanya baru untuk Web. Sepintas lalu mereka ini gila kerja, karena lapor Kompas, bila Onno sudah masuk lab ia tidak terusik dari pagi hingga pagi. Yang terjadi saya kira adalah, mereka telah menemukan the joy of working - the spirit of success. Tidak heran ketika ribuan perusahaan sibuk merampingkan organisasinya, Onno justru sibuk mencari tenaga. Yang jadi soal bagi Onno, saya duga, ialah terlalu banyak pelamar yang cuma cari kerja (dan duit tentu saja) dan terlalu sedikit orang yang mencari wahana aktualisasi talenta kesenimanan atau keempuan mereka. Orang terakhir ini, dari dulu memang selalu dikejar pekerjaan.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

10 Sepeda termahal Polygon 2019

Polygon sudah diakui tidak hany di Indonesia, tetapi di luar begeri. Produk sepeda yang dikeluarkan Polygon memang benar-benar berkualitas. Sudah dipakai oleh pembalap kelas atas, dan menjuarai banyak kejuaraan kelas dunia. Harga sepeda Polygon memang sebanding dengan kualitasnya. Mungkin ada yang merasa harganya sedikit lebih mahal dibandingkan dengan produk sepeda lokal lannya, tetapi kami rasa ada sedikit  yang lebih baik dari Polygon, ntah itu komponen ataupun servicenya. Tahun 2019 ini, Polygon maih terus mengeluarkan update untuk model sepedanya, baik yang facelift model lama ataupun model yang baru. Model yang termahal tetap dari kategori sepeda gunung dan sepeda balap, dan memang semua sepeda ini lebih fokus untuk sepeda yang dipakai untuk kejuaraaan atau balap sepeda. Bukan type sepeda yang dipakai untuk santai atau jalan-jalan keliling kota. Semua komponen dari sepeda termahal Polygon, sudah dirancang untuk kecepatan dan akselerasi sepeda. Sepeda paling mahal Polygon

Koleksi Miniatur Kereta Api

Naik kereta api tut.. tut.. tut.. Siapa hendak turut? Ke Bandung Surabaya… Masih ingat dengan penggalan tembang lawas itu? Lagu yang amat melegenda di kalangan anak-anak ini dianggap ampuh membuat suasana bertambah ceria. Tampaknya, pengaruh lagu itu telah menyeret Ryan Scorpie, 29 tahun, untuk menekuni hobi koleksi miniatur kereta api. Meski ia bukan berasal dari keluarga masinis kereta api, apalagi pejabat negara yang berhubungan dengan kereta api, namun kecintaannya pada dunia ini tumbuh subur. Selalu saja ada rasa ingin tahu untuk memburu nilai tradisi dalam kereta api. Dari situ, histori pengetahuan dan kemampuan manusia dapat diurut satu demi satu. ”Sebetulnya, saya berkenalan (hobi ini) lewat Paman. Dia itu memang hobi berat mengumpulkan mainan kereta api,” tutur lelaki yang akrab disapa Yopie itu. Lewat hobi pamannya itu, Yopie mengaku terkagum-kagum dengan koleksi miniatur kereta api. Sebelumnya, tak terlintas di benak Yopie kalau ada produsen di dunia yang khusus membuat

Tips untuk bike to work

Bike to work ? Berangkat – pulang kampus naik sepeda? Berikut ini beberapa tips yang mungkin bisa mengatasi rasa ragu untuk bersepeda….. Tempat kerja / kampus yang terlalu jauh untuk dicapai dengan sepeda Menurut Martha Roskowksi, salah satu staf PeopleForBikes , di Boulder, Colorado, “Mulailah komuting dari jarak yang dekat dulu, semisal empat hingga enam kilometer.” Bagi pemula, jarak sejauh itu tentu masih bisa dicapai dalam waktu kurang dari 30 menit, dengan kayuhan yang santai (yang tentu saja tak akan membuat terlalu berkeringat). Jika tempat kerja atau kampus yang dituju berjarak lebih jauh, bisa juga untuk menitipkan sepeda di tempat teman (yang tak terlalu jauh dari kantor / kampus) dan menyambung perjalanan dengan kendaraan pribadi (mobil / motor) atau kendaraan umum. Takut untuk bersepeda di jalanan yang ramai Piihlah rute yang tak terlalu dipenuhi kendaraan bermotor. Sepeda adalah alat transportasi yang fleksibel, sehingga bisa melewati jalanan kecil, yan